Ketika kita masih sekolah nasihat dari orang tua untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil atau PNS tak pernah luput. Kalimat itu seolah-olah menjadi sarapan wajib bagi seorang anak. PNS memiliki penghasilan yang jelas dan tetap setiap bulannya. Seseroang tidak perlu memikirkan resiko kebangkrutan atau sekedar berpikir terlambat gajian. Profesi PNS menjamin masa masa pensiuntidak perlu khawatir akan adanya PHK. Belum lagi peluang untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi sangat terbuka. Bagi para orang tua profesi PNS adalah jaminan masa depan anak-anaknya. Satu agi faktor paling dominan, tingkat starata sosial di tengah masyarakat.
Ribuan orang berbondong-bondong untuk mengikuti seleksi CPNS namun kenyataanya hanya sedikit yang lolos. Fenomena ini tidak jarang dimanfaatkan oknum untuk mengambil keuntungan dengan car iming-iming untuk kepada peserta CPNS. Oknum itu menawarkan janji dengan cara bisa meloloskan peserta dengan cara yang instan. Sehingga praktek tipu menipu tidak terhindarkan dalam penerimaan CPNS.
Kondisi ini tidak terlepas dari angka angkatan kerja dan jumlah penganguran yang ada di indonesia. Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut BPS per Februari 2018 mencapai 133,94 juta orang. Nah, lalu bagaimana dengan pengangguran? Dari 133,94 juta orang total Angkatan Kerja, sebanyak 6,87 juta orang penduduk masih mencari pekerjaan (pengangguran). 7.01 juta orang dari angka itu sebagian besar berpendidikan SMA ke atas, dengan jumlah 3.792.560 orang atau 54,1 persen. Besarnya jumlah pengangguran tingkat pendidikan menengah ke atas tersebut menjadikan persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin ketat.
Ketatnya persaingan dalam seleksi
CPNS tidak dapat terhindarkan. Hal tersebut dapat terlihat data BKN pada 13
oktober 2018 bahwa pendaftar mencapai
Jumlah total pelamar 4,228,686 orang
masih ada waktu unutk pendaftaran dan kemungkinan akan terus bertambah.
Prediksi pelamar pun akan lebih besar karena dalam hal ini bukan hanya pengangguran saja yang melamar namun juga yang telah memiliki pekerjaan tetap atau setengah menganggur, seperti contoh ada beberapa pimpinan media online, pimpinan organisasi nonpemerintahan mendaftarkan diri menjadi pegawai negeri sipil.
Lantas mengapa mereka memilih
menjadi PNS ketimbang menjadi pegawai swasta yang sebenarnya cenderung lebih
santai bila dibandingkan dengan PNS. Kontrak dan out sourcing menjadi alasan
mereka mimilih menjadi PNS yakni bersifat kerja tetap, tentunya memilih untuk
mendapatkan pensiun dan gaji yang pasti. PNS sebagai satu profesi yang
memberikan hal tersebut sehingga masih menyihir berbagai lapisan masyarakat
untuk tetap berusaha menjadi PNS meskipun berkali-kali gagal mengikuti tes.
Siapa yang salah, apakah sistem
pendidikan yang gagal?
Tingginya minat terhadap CPNS menunjukkan bahwa dunia pendidikan kita belum mampu menyiapkan sumber daya manusia yang berjiwa enterpreneur dan masih sangat bergantung dengan formasi pekerjaan yang disiapkan pemerintah, seperi PNS.
Dunia pendidikan bagai pabrik pencetak untuk lulusan siap kerja bukan pembuat kerja mandiri. Akibatnya, ketika lulus telah dilalui hanya seminggu saja para lulusan tersebut gembira. Setelahnya mereka akan pusing karena bingung apa yang mau dikerjakan. Setidaknya ketika ditanya apa kegiatan sekarang, mau bilang mahasiswa sudah bukan lagi, mau bilang kerja faktanya pengangguran.
Adanya fenomena CPNS ini menjadi pelajaran yang sangat penting bagi pemerintah dan masyarakat pada umumnya terkhususnya mahasiswa dan generasi milenial. Diperlukan kebijakan pemerintah dalam menyongsong berbagai tantangan khususnya dalam penyiapan anak didik untuk menjadi pengusaha mandiri. Pemerintah harus mendorong pendidikan berbasis penciptaan lapangan pekerjaan bukan orientasi siap kerja. Sehingga lulusan lembagai pendidikan tidak terpaku dengan lowongan pekerjaan yang diciptakan oleh sektor penerimaan karyawan dan pegawai negeri sipil. Dengan demikian para lulusan tidak menambah jumlah pengangguran, mengangkat perekonomian rakyat dan penyelamat bagi perekonomian negara.
lowongan CPNS ini tidak menjadi
juru selamat karena bagaimanapun jumlah pelamar dengan formasi yang diterima
berbanding terbalik. Pemerintah harus sesegara mungkin menyiapkan kebijakan
pendidikan berbasis enterperneur atau siap-siap saja jumlah pengangguran akan
membludak. Sisi lain yang sangat mengkhawatirkan jika pengangguran tersebut
adalah pengangguran terdidik maka menimbulkan disharmonis sosial dan politik.
bersambung
Oleh: Kelvin Aldo
Penulis: Kelvin Aldo, aktivis IMM
Bengkulu/Pendiri Bencoolen Institute
Tidak ada komentar:
Posting Komentar