(dokumentasi kanopi)
Aliansi Tolak PLTU Batu Bara Teluk Sepang
Penggunaan listrik dari batu bara melalui proyek-proyek
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara secara nyata memperburuk
kualitas hidup serta menjadi salah satu penyebab kematian bagi mahluk hidup.
Penelitian menyebut polusi PLTU batu bara menjadi penyebab kematian dini 6.500
orang per tahun di Indonesia.
Polusi dari pembakaran batu bara juga telah menyumbang tidak
kurang dari 40% emisi gas rumah kaca dan menjadi penyebab utama terjadinya
perubahan iklim. Namun pemerintah saat ini semakin masif mendirikan PLTU batu
bara di seluruh Indonesia, khususnya Pulau Sumatera sebagai pusat pembangkit
listik berbahan bakar batubara dimana 7.004 MW listrik dari PLTU batu bara akan
ditambah lewat program ambisius penambahan 35.000 MW daya listrik. Salah satu
proyek ini berdiri di Bengkulu dengan kapasitas 2 x 100 MW di Teluk Sepang.
Berdasarkan dokumen AMDAL proyek, PLTU ini akan membakar
2.732,4 ton batu bara per hari atau 113,85 ton/jam yang menghasilkan abu
sebanyak 39,85 ton/jam (35% dari bahan bakar) yang terdiri dari fly ash (abu
terbang) 14,23 ton/jam (12,5%) dan bottom ash (abu bawah/abu yang mengendap)
25,61 ton/jam (22,5%). Pembakaran batu bara akan memancarkan sejumlah polutan
seperti NOx, SO2 dan PM 2.5 serta bahan kimia berbahaya dan mematikan seperti
merkuri dan arsen. Dampak dari polutan tersebut mengakibatkan kematian dini,
stroke, penyakit jantung, kanker paru-paru serta penyakit pernafasan.
Sementara potensi energi bersih di Bengkulu tercatat 7.304,8
MW yang berasal dari air, angin dan panas bumi yang dapat dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan pembangkit listrik. Potensi energi bersih yang besar ini
seharusnya dikembangkan oleh pemerintah daerah maupun pusat. Bengkulu tidak
membutuhkan pembangkit enrgi kotor yang jelas merugikan kehidupan rakyat dan
mahluk hidup lainnya.
Jon Kenedi, Koordinator lapangan aksi tolak PLTU batubara
Teluk Sepang menyatakan bahwa aksi ini adala rangkaian panjang untuk melakukan
penolakan PLTU Batu Bara Teluk Sepang dengan tuntutan adalah cabut izin
lingkungan PT Tenaga Listrik Bengkulu oleh Plt. Gubernur Provinsi Bengkulu
(Rohidin Mersyah). Ia mengatakan dasar pencabutan izin adalah adanya beberapa
kejanggalan dalam proses pemberian izin PLTU, termasuk persetujuan warga yang
sejak awal menolak proyek ini.
“Pemerintah terus saja abai pada rakyat yang sudah paham dan
mengambil keputusan menolak proyek itu sejak awal. Kami juga mengaji bahwa ada
tindakan cacat hukum dalam proses pembangunan PLTU salah satunya melanggar
dokumen tata ruang provinsi dan kota,” katanya.
Sementara warga Teluk Sepang, Hamidin mengatakan sejak awal
tegas menolak proyek PLTU batu bara di Kelurahan Teluk Sepang. Aspirasi itu
telah mereka sampaikan dengan aksi unjukrasa saat peletakan batu pertama proyek
pada 2016 lalu. Namun, suara masyarakat diabaikan dan saat ini, penolakan
terhadap proyek ini terus diperjuangkan oleh warga lokal.
“Kami tidak akan pernah berhenti berjuang karena masa depan
anak cucu kami di Teluk Sepang dipertaruhkan,” kata Hamidin.
Aliansi Tolak PLTU Batu bara Bengkulu Terdiri dari :
AAK
BEM KBM UNIB
DEMA IAIN Bengkulu
FMS
HIMASYLVA UNIB
KANOPI BENGKULU
MAGUPALA UNIB
PKL
WARISAN
WALHI