Kelvinaldo.Diduga 170 Izin Tambang Terkait
Biaya Pilkada Jakarta, HanTer - Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menilai
reaksi Menteri Koordinator Bidang Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto
yang meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda proses hukum atas calon
kepala daerah (cakada) yang diduga terlibat korupsi merupakan langkah
mundur.
Sikap Wiranto juga
menjadi bukti ketidakseriusan pemerintah dalam mendukung pemberantasan korupsi
di Indonesia. Kepala Kampanye JATAM Melky Nahar mengatakan, rencana KPK yang
hendak mengumumkan daftar calon kepala daerah yang diduga terlibat korupsi
harusnya didukung luas oleh siapapun termasuk pemerintah. Sehingga dengan
pengumuman tersebut masyarakat Indonesia, terutama para pemilih tidak salah
memilih calon kepala daerahnya dalam Pilkada Serentak 2018. Langkah KPK harus
dilihat sebagai upaya untuk memotong rantai korupsi yang lebih besar, yakni
menyelamatkan kekayaan alam dan ruang hidup rakyat.
"Ini karena korupsi di sektor
sumber daya alam, terutama terkait pertambangan selalu menjadi sumber korupsi
selama ini guna memenuhui kebutuhan biaya kampanye dalam Pilkada Serentak.
Dugaan ini beralasan mengingat pada tahun politik 2017-2018, tren penerbitan
izin tambang naik drastis," kata Melky kepada Harian Terbit, Minggu
(18/3/2018).
Melky mengungkapkan, terdapat 170 Izin tambang
yang dikeluarkan sepanjang 2017 dan 2018. Dengan rincian 34 izin tambang di
Jawa Barat yang terbit pada 13 Februari 2018, dua pekan sebelum masa penetapan
Calon Kepala Daerah Jabar diumumkan. Di Jawa Tengah, pada 30 Januari 2018 lalu,
pemerintah setempat tercatat mengobral 120 izin tambang. Di Kalimantan Timur
terdapat 6 titik pertambangan batubara ilegal yang tidak dilakukan penegakan
hukum.
"Semua ini
kami duga terkait pembiayaan politik pilkada bagi para kandidat,"
paparnya. Bahkan, sambung Melky, modus lain yang patut ditelusuri KPK adalah
terkait ribuan izin tambang yang habis masa berlaku namun izinnya tidak
dicabut. Terdapat 1.682 dari 3.078 atau 60 % dari Izin Usaha Pertambangan (IUP)
yang habis masa berlaku dan tersebar di 17 Provinsi yang menggelar Pilkada 2018
berpotensi menjadi sumber keuangan bagi kandidat tertentu, terutama para
incumbent. JATAM menemukan, terdapat 7.180 IUP atau 82,4% dari total 8.710 IUP
di Indonesia berada di 171 wilayah yang menyelenggarakan Pilkada 2018. Sebanyak
4.290 IUP berada di 17 Provinsi Pilkada atau 49,2% dari seluruh IUP di
Indonesia.
"Ribuan izin tambang ini berpotensi
menajdi sumber pembiayaan politik bagi para kandidat pada Pilkada Serentak 2018," paparnya, Melky
menuturkan, mengingat, antara perusahaan tambang dan kandidat, sama-sama punya
kepentingan. Kandidat berkepentingan untuk mendapatkan biaya, sementara
perusahaan tambang berkepentingan untuk mendapat jaminan politik dan keamanan
dalam melanjutkan bisnisnya di daerah. Sehingga disinilah ijon politik itu
terjadi. JATAM juga menemukan sejumlah regulasi dan peraturan yang dibuat,
dirancang, dan dikeluarkan di tahun politik yang tampak menguntungkan
perusahaan tambang dan rawan digunakan sebagai sumber pembiayaan politik calon
kepala daerah.
Satu di antaranya
adalah Permen ESDM No 11 Tahun 2018 yang keluar 19 Februari 2018 lalu tentang
Tata Cara Pemberian Wilayah Perizinan dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral Batubara yang pada intinya Mempermudah Penetapan Wilayah
Tambang, Penyiapan WIUP yang Tertutup, Pengumuman Lelang diperpendek hanya 1
bulan untuk mempercepat investasi, luas WIUP diatas 500 ha dipermudah, dilelang
dan dibuka pada investasi asing.
Padahal, sebelumnya
di Permen ESDM 28/2013 hanya bisa dibuka investasi asing jika diatas luas 5000
ha. Oleh karena itu, langkah KPK untuk segera mengumumkan calon kepala daerah
yang terindikasi korupsi tersebut mendesak dilakukan. Tidak usah gubris dengan
pernyataan Wiranto, termasuk Jaksa Agung HM Prasetyo dan Kapolri Tito Karnavian
yang telah menunda memproses hukum atas kasus yang terkait dengan pasangan
calon kepala daerah di Pilkada 2018.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar