(Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah saat melakukan Aksi di DPRD Provinsi Bengkulu)
Gerakan mahasiswa telah
lama dibergerak bahkan sejak Indonesia belum merdeka. Pasca kemerdekaan, orde
baru (Angkatan 66), reformasi (Angkatan98), dan hingga saat ini sebagai bentuk manifestasi perannya
selaku agent of change mahasiswa selalu menjadi kreator dan eksekutor dalam
melakukan gerakan perubahan. Beberapa kalangan menganggap, jika diukur dari
krisis politik ekonomi yang melatarinya, sejarah pers indonesia dan dunia mencatat, frekuensi gerakan, serta jumlah mahasiswa dan
universitas yang terlibat. Reformasi 98 adalah gerakan paling berhasil yang
pernah ditorehkan mahasiswa, yaitu ketika rezim orde baru (orba) berhasil
ditumbangkan.
Sejarah mencatat, kesatuan
gerakan yang dilakukan organisasi-organisasi baik organisasi intra kampus
maupun ekstra kampus dan organisasi massa dengan suka rela
menanggalkan egosentrisme kelompok, mampu membentuk satu-kesatuan utuh,
memiliki kekuatan besar untuk melakukan perlawan dalam mewujudkan perubahan.
Pertama. Gerakan mahasiswa 1998 tampaknya telah belajar dari kesalahan gerakan mahasiswa sebelumnya, seperti gerakan mahasiswa 1974 dan 1978, bahwa kekuatan gerakan mahasiswa tak akan bisa diperoleh jika terjebak dengan pendekatan eksklusif atau berjuang sendirian tanpa melibatkan rakyat. Gerakan mahasiswa baru akan efektif jika betul-betul secara konkret didukung oleh rakyat yang merasakan penderitaan mereka yang sedang diperjuangkan.
Kedua. Ikhtiar kerjasama dengan terjadinya penggabungan beberapa organisasi tidak serta-merta berlangsung begitu saja tanpa ada pilar yang menyokongnya. Hal mendasar mereka berkomitmen untuk bersatu yaitu, kesamaan isu. Kesamaan isu yang dimaksudkan adalah suatu masalah yang dihadapi organisasi. Permasalahan yang mereka rasakan tidak hanya dialami oleh organisasi mereka saja, melainkan banyak organisasi yang juga mendera masalah tersebut. Kesamaan masalah inilah yang menggugah mereka berkomitmen untuk melontarkan satu isu sentral yang pantas diperjuangkan, yaitu menuntut perubahan sistem politik dan ekonomi secara substansial.
Pertama. Gerakan mahasiswa 1998 tampaknya telah belajar dari kesalahan gerakan mahasiswa sebelumnya, seperti gerakan mahasiswa 1974 dan 1978, bahwa kekuatan gerakan mahasiswa tak akan bisa diperoleh jika terjebak dengan pendekatan eksklusif atau berjuang sendirian tanpa melibatkan rakyat. Gerakan mahasiswa baru akan efektif jika betul-betul secara konkret didukung oleh rakyat yang merasakan penderitaan mereka yang sedang diperjuangkan.
Kedua. Ikhtiar kerjasama dengan terjadinya penggabungan beberapa organisasi tidak serta-merta berlangsung begitu saja tanpa ada pilar yang menyokongnya. Hal mendasar mereka berkomitmen untuk bersatu yaitu, kesamaan isu. Kesamaan isu yang dimaksudkan adalah suatu masalah yang dihadapi organisasi. Permasalahan yang mereka rasakan tidak hanya dialami oleh organisasi mereka saja, melainkan banyak organisasi yang juga mendera masalah tersebut. Kesamaan masalah inilah yang menggugah mereka berkomitmen untuk melontarkan satu isu sentral yang pantas diperjuangkan, yaitu menuntut perubahan sistem politik dan ekonomi secara substansial.
Ketiga, kesamaan visi.
Gerakan-gerakan mahasiswa era 98 sebenarnya berbeda-beda orientasinya, namun karena kesaman visi dalam gerakan ini membuat aksi massa menjadi tak terbendung, Meminjam istilah Karl Marx “kondisi menciptakan kesadaran
manusia”, kondisi tirani orbalah yang membuat satu kesadaran holistis pada
mahasiswa sehingga membentuk satu simpul kesepahaman mengakhiri rezim Diktator sang jendral selama 32 tahun. Keterpasungan kebebasan dan ketakutan rakyat selama masa kekuasaan
Soeharto telah menyadarkan dan membuat pemuda dan mahasiswa untuk tampil
sebagai barisan pemberani untuk menggelorakan perubahan besar guna mewujudkan
kebebasan seluruh rakyat Indonesia.
Keempat, gerakan
mahasiswa dan pemuda 98 merupakan suatu gerakan matang yang pada mulanya embrio
gerakan ini dimulai dari sekelompok orang yang saling berbagi derita dan luka,
kemudian membengkak dan semakin terorganisir. Gerakan mahasiswa 98 merupakan
kekuatan yang tersusun rapih dan terorganisir, memiliki visi perjuangan yang konkret.
Pergerakan yang mereka lakukan bukanlah gerakan buta tanpa arah melainkan
bangunan gerakan yang berdiri di atas kepetingan bersama.
Proses transformasi pilu ketertindasan berubah menjadi diskusi kritis, dikaji tuntas oleh berbagai kalangan gerakan dengan waktu yang panjang, dari hari ke minggu bahkan ke tahun. Dilakukan pengkajian secara luas untuk menyolidkan struktur isu serta tuntutan tanpa kelemahan. Sampailah pengkajian masalah itu pada solusi yang mampu melahirkan kekuatan untuk melepaskan Indonesia dari tirani 32 tahun kepemimpinan Diktator.
Proses transformasi pilu ketertindasan berubah menjadi diskusi kritis, dikaji tuntas oleh berbagai kalangan gerakan dengan waktu yang panjang, dari hari ke minggu bahkan ke tahun. Dilakukan pengkajian secara luas untuk menyolidkan struktur isu serta tuntutan tanpa kelemahan. Sampailah pengkajian masalah itu pada solusi yang mampu melahirkan kekuatan untuk melepaskan Indonesia dari tirani 32 tahun kepemimpinan Diktator.
(Kelvin Aldo Saat orasi)
Padahal Buya Hamka
pernah bertuah, bahwa jika hidup hanya sekedar hidup, maka kera di hutan pun
juga hidup. Manusia yang hanya hidup untuk memenuhi kebutuhan perut -dan sejengkal
di bawah perut- tidak ubahnya dengan hewan. Bekal akal dari Sang Khaliq
hendaknya menjadi titik awal, memikirkan arti sejati kebahagiaan hakiki.
kini mahasiswa sedang bergelut dengan beban akademis yang kian mencekik. Garis perjuangan politik mahasiswa memasuki fase jenuh. Mungkin mereka sudah capek dengan pergerakan politik yang seolah tak membuahkan hasil. Dianggap sudah tidak relevan, kini turun ke jalan hanya dianggap pekerjaan mahasiswa yang IP nya pas-pasan. Yang penting dilakukan saat ini adalah lebih cepat lulus lebih baik.
Kalaupun ada waktu
kosong, beberapa mahasiswa akan lebih memilih bikin acara kampus yang meriah.
Sukur-sukur kalau masih ada hubungannya sama keilmuan, riset, atau pengabdian
masyarakat, yang bahkan perisiapannya berbulan-bulan.
Mungkin mereka tidak ingat, bahwa mereka adalah 23% pemuda beruntung di masanya
yang bisa mencicipi bangku kuliah.
Semakin miris lagi, kini mahasiswa makin sibuk menjadi penonton bayaran di acara talkshow TV, dan lebih parah lagi ada beberapa pimpinan pimpinan organisasi mahasiswa yang memamfaatkan jabatan untuk mendapatkan keuntungan pribadi untuk mengisi perut dan kantong pribadi,
Semakin miris lagi, kini mahasiswa makin sibuk menjadi penonton bayaran di acara talkshow TV, dan lebih parah lagi ada beberapa pimpinan pimpinan organisasi mahasiswa yang memamfaatkan jabatan untuk mendapatkan keuntungan pribadi untuk mengisi perut dan kantong pribadi,
Demikian ulasan singkat kenapa gerakan mahasiswa 2018 akan terancam gagal ketika permasalaha tersbut masih belum mampu dijawab oleh sang agent of change.